Pelepasan Remah 27

6:04:00 AM Admin 0 Comments




Pelepasan
Remah 27


Kisah sebelumnya klik disini


Sinar matahari pagi hari itu tak terlampau terik saat hinggap di kulit polos kami, tanpa sehelai benang dan selimut, kami menumpuk tubuh diatas ranjang. Subuh itu kami sengaja bangun pagi, sengaja kami menyambut mentari dengan serangan fajar. Dua kali aku dibuat Willy kelonjotan mengeluarkan sperma sambil mengerang-erang kenikmatan karena beragam tingkah dan gerakan yang ia praktekan kepadaku, di ronde ketiga, aku yang sudah lemas dan tak terlalu sensitif harus menghadapi sisi buasnya yang tak henti-hentinya memaksaku terus mendesah minta ampun dan mengerang penuh kenikmatan.
Keringat yang membanjir di tubuh kami kini mulai lenyap satu-persatu di lumat waktu. Sengaja tak kami lap banjir keringat itu hanya agar nampak menggairahkan usai berpadu dalam satu. Setelah mengganti selimut dan seprai saksi bercinta kami subuh tadi. Kami berdua mandi bersama, saat ia kembali merangsangku dan menggodaku dengan gerakan-gerakan binal, kembali kita lakukan hal itu di kamar mandi.
Usai mandi bersama, aku dan Willy sengaja sarapan di kamar berdua. Dengan tangkupan roti bakar dan segelas besar susu dan gelas kecil air putih kami penuhi lambung yang kering kerontang akibat bercinta sedari subuh.
Aku buka lebar jendala kamarku, memberi ruang untuk sirkulasi udara. Pagi itu kami hanya ingin bermalas-malasan bersama, seperti biasa ia tak mengenakan sehelai bajupun saat merebahkan diri di atas ranjangku. Aku rebahkan kepalaku diantara lengan dan dada kanannya yang kenyal dan nyaman, hari itu aku tak ingin jauh-jauh dari Willy yang sedang sibuk browsing lewat hape dan aku yang menyibukan membaca buku di sampingnya. Sayup-sayup ia menyenandungkan musik yang menyumbat lubang telinganya lewat headset.
Setelah usai membaca beberapa bab, novel berjudul Norwegian Wood itu aku tutup dan aku letakkan di meja samping tempat tidur. Kurebahkan kembali kepalaku di antara lengan dan dadanya, aku sanggat suka sekali merebahkan kepalaku seperti itu. Ada sensasi damai dan nyaman yang aku rasakan saat aku melakukan hal itu, apalagi sambil memejamkan mata dan memeluknya.
Kuhela nafas panjang, perasaan puas dan sensasi lapang berdesir lama di dalam rongga dadaku. Nikmat rasanya membunuh waktu bersama orang yang kita cinta. Apalagi suasana pagi itu yang begitu intim, membuatku terus-terusan ingin bersemayam dalam pelukannya. Semilir angin dari daun jendela yang terbuka, udara dingin yang terasa begitu istimewa dan sensasi pagi hari yang begitu mempesona membuatku berterimakasih kepada semesta.
“Will” bisikku manja, berusaha menarik perhatiannya. Ia lepas headset yang meggantung di kedua daun telinganya, mengerutkan dahi tanpa berkata. Menungguku berbicara. Saat aku sudah dapat apa yang aku inginkan. Lalu aku lanjutkan kalimatku, “suatu hari, ketika halaman-halaman hidupku berakhir. Aku ingin kamu tahu, kalau kamu adalah bab paling indah yang pernah ada di hidupku. Makasih buat semuanya ya Will, aku sayang banget sama kamu,”
Lama ia tak langsung merespon kalimatku baru saja aku ucapkan, “Tumben kamu ngomong kaya gitu Bell,” sahut Willy tanpa ekspresi berarti, ia lalu membetulkan posisi tubuhnya. Ia raih gelas berisi air putih di ujung meja dengan lengan kirinya yang panjang dan besar, ia tenggak air di gelas itu sampai tak tersisa, “biasanya aku terus yang ngerayu kamu. Habis dapet kata-kata itu dari buku ya?” tambahnya sambil mengembalikan gelas itu ke posisi semula.
“Hahaha, kok bisa kamu ngomong kaya gitu?”
“Ya ini cuma sekedar analisis kecil-kecilanku tentang kamu aja sih Bell,” jawabnya santai.
“Sok gaya kamu, pakai analisis aku segala, emang gimana analisisnya?” kataku penasaran dengan analisisnya tentangku.
“Kalau menurut analisisku ya,” ucapnya pelan berusaha menjelaskan, “kamu itu tipe orang yang sanggat mudah terinspirasi, walaupun terstimulus satu hal kecil sekalipun, kamu bakal langsung memberikan balasan atas stimulus yang kamu terima,”
“Hah? Kok bisa kamu ambil kesimpulan kaya gitu?”
“Ya soalnya kamu kalau habis baca atau nonton film yang gugah hati kamu, kamu selalu maksa aku buat meraktekin adegan yang kamu mau hanya karena pengin ngerasain perasaan tokoh yang kamu imajinasiin. Karena kamu nggak cukup imajinasiin hal itu di teater fikiranmu, kamu ingin perasaan yang lebih nyata dari ilusi rasa di imajinasimu,”
“Hahaha, kamu bener kalau soal itu,” jawabku sedikit malu, mengakui analisis singkatnya tentang sikapku, fikiranku melambung mengingat hal-hal konyol itu, hal-hal yang kita lakukan bersama, “tapi kalau untuk hal tadi kamu salah besar,”
“Lho kok bisa?” kata Willy seakan tak percaya, “bagian mana yang salah?”
Tawaku membuncah, nyaman rasanya bersama orang yang kenal kita luar dalam dan menerima kita apa adanya, “Aku tadi pas meluk kamu tiba-tiba aja inget kata-kata Andi dulu, bukan karena mendadak terinspirasi atau terstimulus buku yang barusan aku baca.”
“Kata-kata yang gimana?” tanyamu penasaran.
“Dulu dia pernah bilang gini sama aku ‘usahakan selalu katakan pada seseorang tentang perasaanmu, karena kesempatan dapat hilang dalam sekejap mata tapi penyesalan dapat bertahan seumur hidup’, makanya tadi aku bilang gitu sama kamu. Karena aku sayang banget sama kamu,”
Senyum indah tercipta di wajah rupawannya. Dia, malaikatku, mengulas senyum indah untukku, “Makasih, makasih kalau gitu. Andai kamu bisa denger suara hatiku Bell, kamu bakal selalu denger dia bisikin namamu. Tapi kenapa Andi bilang kaya gitu sama kamu Bell?”
“Haduh Will, hidup itu nggak lurus kaya jalan tol kali. Dalam urusan hati dia lebih nggak beruntung dari kita-kita, bedanya cuma dia lebih pintar ambil pelajaran setelah dia kejeglong, nyungsep dan jumpalitan nggak karuan di aspal,”
“Kok bisa gitu Bell? Kayaknya hidup dia baik-baik aja deh,”
“Dia menampilkan apa yang orang ingin lihat Will, makannya dia kelihatan baik-baik aja. Hidup dia juga kelihatan nggak ada masalah apa-apa, tapi masalah hati? Nggak ada yang bener-bener tahu. Dia pinter banget nyembunyiin perasaan dia sebenernya, itu yang buat dia sulit dibaca,”
“Tapi sekarang dia lagi jalin hubungan apa enggak?”
“Dia jalin hubungan sama adik tingkatnya di SMA dulu sih, tapi dia jarang cerita sekarang. Dia rada berubah gara-gara yang terakhir,”
“Yang terakhir yang mana?”
“Yang terakhir yang membuat dia kelimpungan dan trauma,”
“Andi pernah trauma?”
“Ya bukan trauma juga sih ya, aku nggak tahu istilah yang pas buat itu tapi cewek itu salah satu cewek paling bangsat yang pernah aku tahulah,”
“Bangsatnya gimana Bell?”
“Kapan-kapan aku ceritain deh semuanya, jadi ikutan sebel aku kalau inget-inget kejadian itu, lagian nggak penting juga sih ceritain orang itu,” sigap. kuganti posisi tubuhku, kini aku duduk di atas tubuhnya. Kupandang garis wajahnya yang selalu membuatku jatuh cinta berulang kali, “eh Will, kamu pernah mikir nggak sih kenapa hubungan kita bisa bertahan selama ini? Sedangkan pasangan-pasangan gay lain memilih untuk bergonta-ganti pasangan dan nggak tinggal serumah biar ngerasain kangen. Kita hadir di koridor berbeda dari mereka,”
“Sayang, hubungan kita bisa bertahan lama karena kita masing-masing berkembang menjadi pribadi yang menakjubkan. Kita nggak saling menuntut banyak hal. Kita nggak juga menjajah satu sama lain untuk saling mengendalikan hingga akhirnya menjadi pribadi yang menjengkelkan. Kita tumbuh bersama dan berjalan beriringan, saling mendukung mimpi, saling mendewasakan. Banyak hal indah yang kita lakukan bersama-sama Bell! Lagian kita juga bukan tipe pasangan yang doyan ngesex, dan masalah tinggal beda rumah biar ngerasain kangen, aku kan nggak bener-bener tinggal di rumahmu. Secara Kartu Keluarga aku masih tetep tinggal sama ibuku dan intensitasku kehadiranku lebih banyak disana daripada disini dalam satu minggu,”
“Kamu bener banget Will! Kamu jenius!” seruku kegirangan sambil menangkupkan telapak tanganku di wajah bulat rupawannya, “hubungan kita bisa bertahan lama seperti ini karena kita menjalani hubungan terbaik yang bisa dijalin manusia. Berinteraksi seperti sahabat, bermain-main seperti anak kecil, bertengkar layaknya suami istri, dan saling melindungi seperti saudara. Itu yang membuat hubungan kita menakjubkan dan bisa bertahan selama ini,”
I love you Bell, so much,” ucapnya tulus membuat hatiku terus berdesir.
Thanks, My dear my soul mate, I love you too,” balasku sungguh-sungguh. Ku kecup bibirnya selama beberapa saat, sebelum akhirnya kupeluk erat tubuhnya selama beberapa saat. Dan kembali ke posisi semula untuk memandanginya lebih lama.
“Bell,”
“Kenapa Will?”
“Ngomong-ngomong posisi dudukmu pas banget di selakanganku.” Katanya dengan nada suara binal, “jadi bikin ngaceng. Satu ronde lagi yuk?”
“Ah nggak mau ah, capek. Subuh tadi kan udah tiga ronde Will!” jawabku cepat, secepat aku turun dari atas tubuhnya.
“Nanti aku kasih hadiah deh!”
“Kamu mah gitu terus,” jawabku sok manja, “hadiahnya apa?” jawabku mulai terbujuk rayuan.
“Masa dikasih sekarang? Nggak serulah!”
“Yaudah, tapi jangan buas-buas mainnya, sakit tahu,”
“Kali ini romantis deh mainnya,” bujuknya sambil melucuti pakaian di tubuhku.


Kisah selanjutnya klik disini




Daftar lengkap serial Pelepasan


Melajulah "Pelepasan"ku klik disini 
Pelepasan Remah ke 1 klik disini
Pelepasan Remah ke 2 Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 Klik disini
Pelepasan Remah ke 5 Klik disini
Pelepasan Remah ke 6 Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 Klik disini
Pelepasan Remah ke 9 Klik disini
Pelepasan Remah ke 10 Klik disini
Pelepasan Remah ke 11 Klik disini
Pelepasan Remah ke 12 Klik disini
Pelepasan Remah ke 13 Klik disini
Pelepasan Remah ke 14 Klik disini
Pelepasan Remah ke 15 Klik disini
Pelepasan Remah ke 16 Klik disini
Pelepasan Remah ke 17 Klik disini
Pelepasan Remah ke 18 Klik disini
Pelepasan Remah ke 19 Klik disini
Pelepasan Remah ke 20 Klik disini
Pelepasan Remah ke 21 Klik disini
Pelepasan Remah ke 22 Klik disini
Pelepasan Remah ke 23 Klik disini
Pelepasan Remah ke 24 Klik disini
Pelepasan Remah ke 25 Klik disini
Pelepasan Remah ke 26 Klik disini
Pelepasan Remah ke 27 Klik disini
Pelepasan Remah ke 28 Klik disini
Pelepasan Remah ke 29 Klik disini
Pelepasan Remah ke 30 Klik disini
Pelepasan Remah ke 31 Klik disini
Pelepasan Remah ke 32 Klik disini
Pelepasan Remah ke 33 Klik disini
Pelepasan Remah ke 34 Klik disini
Pelepasan Remah ke 35 Klik disini
Pelepasan Remah ke 36 Klik disini
Pelepasan Remah ke 37 Klik disini
Pelepasan Remah ke 38 Klik disini
Pelepasan Remah ke 39 Klik disini
Pelepasan Remah ke 40 Klik disini
Pelepasan Remah ke 41 Klik disini
Pelepasan Remah ke 42 Klik disini
Pelepasan Remah ke 43 Klik disini
Pelepasan Remah ke 44 Klik disini
Pelepasan Remah ke 45 Klik disini
Tongkat Estafet Kedua Klik disini
14 Fakta Di Balik Serial Pelepasan Klik disini
Untuk "Pelepasanku" Klik disini
Celoteh di balik Pelepasan Klik disini

You Might Also Like

0 komentar: